Pandi: Aliansi Perjuangan Rakyat Desa Bababinanga Dan Desa Salipolo Kecam Beberapa Pihak Atas Insiden Salipolo Berdarah

MAKASSAR, BestNews19.com – Setelah warga Desa Salipolo selesai melaksanakan sholat magrib, mereka kembali dikagetkan akan hadirnya alat berat serta dikawal kurang lebih 20 orang tak dikenal.

Dari kejadian tersebut salah satu warga di Desa Salipolo mencoba membangun kontak kepada pemerintah kecamatan dan Polsek Cempa namun tidak di gubris.

Sementara diketahui pada tanggal 28 Oktober 2019 lalu, saat warga selesai menggelar aksi penolakan tambang pasir yang di lakukan oleh PT.ASR didepan kantor DPRD Pinrang dan setiba di Desa Salipolo pukul 15:47 Wita alat berat tersebut ditarik dari lokasi tambang yang sedang menimbulkan keresahan terhadap warga.

“Adanya aktivitas pengerukan pasir yang dilakukan oleh PT. ASR mendapatkan penolakan keras terhadap warga Desa Salipolo dan Desa Bababinanga. Diketahui luas konsesi pertambangan PT.ASR sebanyak 182,46 HA dan kapasitas produksi sebanyak 12000 M3/ sekali loading ponton sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan atau erosi”, jelas Fandi pada awak media saat ditemui di salah satu warkop di Makassar, Rabu (06/11/2019).

lanjut Pandi, “pada tahun 2010 silam Desa Bababinanga terjadi erosi secara besar besaran tepatnya didusun Cilallang yang menyebabkan sekitar 215 rumah harus direlokasi kedesa Salipolo Kecamatan Cempa”.

“Dalam penysunan dokumen perizinan terdapat ketidak sesuaian RTRW karena Kecamatan Cempa tidak termasuk dalam zonasi pertambangan”, kata dia. Disaat kajian lingkungan hidup warga Desa Bababinanga dan Desa Salipolo tidak pernah dilibatkan sehingga bisa dipastikan PT.ASR tidak pernah melakukan konsultasi publik terhadap warga Desa Bababinanga dan Desa Salipolo”, ungkapnya.

“Selanjutnya warga Desa Bababinanga dan Desa Salipolo dalam pemanfaatan DAS Saddang sebagai jalur transportasi”. “Dalam pemenuhan kebutuhan pokok warga juga mengantungkan hidup di DAS Saddang untuk menangkap udang rebon (balacang) menggunakan perahu ada juga yang memasang jaring (lanra’a) di bantaran sungai dan alat tradisional lainya untuk menangkap ikan”.

Pandi menambahkan, “bisa di pastikan jika terjadi aktivitas pertambangan di DAS Saddang akan menimbulkan kurangnya pendapatan masyarakat”. Sehingga dengan alasan tersebut warga sangat menolak kehadiran tambang pasir (PT.ASR)”.

“Pada tanggal 05 November 2019 pukul 13.00 Wita siang, salah satu alat berat milik PT. ASR melakukan aktivitas pengerukan pasir. Hal tersebut menimbulkan keresahan terhadap warga sehingga terjadilah konflik antara warga setempat dan pihak PT. ASR, yang menimbulkan korban” dari kedua belah pihak.

“Maka dari itu Aliansi perjuangan rakyat Desa Bababinanga dan Desa Salipolo mengecam atas tindakan pemerintah Kabupaten Pinrang, camat Cempa dan aparat kepolisan yang melakukan pembiaran terjadinya konflik dan tidak responsif atas tiga tuntutan rakyat, diantaranya : 1. Menolak keras hadirnya pertambangan pasir (PT.ASR), 2. Hentikan kriminalisasi Rakyat, 3.Pulihkan DAS Saddang (Lestarikan/Penghijauan) tidak dengan cara dikomersilkan (Ditambang), “HIDUP RAKYAT…HIDUP RAKYAT….HIDUP RAKYAT….”, tutupnya (Pan/C13).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *