Heindra Baithard Rantung: Jabatan Kepala Puskesmas, Amanah Atau Hadiah ??

MAKASSAR, BestNews19.com – Di dalam Pasal 13 UU ASN, jabatan ASN terdiri atas : Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional dan Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi terdiri atas: Jabatan Administrator (setara jabatan struktural eselon III), Jabatan Pengawas (setara jabatan struktural eselon IV) dan Jabatan Pelaksana (staf).

Jabatan Fungsional terdiri atas: Jabatan Fungsional Keterampilan dan Jabatan Fungsional Keahlian. Sedangkan Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas : Jabatan Pimpinan Tinggi Utama (setara jabatan struktural eselon I kepala lembaga pemerintah non kementerian), Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (setara jabatan struktural eselon I-a dan I-b) dan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (setara jabatan struktural eselon II).


Diundangkannya UU ASN yang sudah didahului dengan berlakunya PP 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS dan PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS merupakan “Tiga Serangkai” kebijakan dibidang kepegawaian merupakan wujud adanya reformasi birokrasi yang hakiki.

Menurut Heindra Baithard Rantung yang juga sebagai Mahasiswa PPS Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Unhas , mengatakan “peraturan-peraturan ini menuntut PNS untuk segera berbenah. “Regulasi ini tidak saja menjadi ancaman bagi PNS dalam konteks berkompetisi untuk meraih jabatan struktural tetapi juga bagi PNS yang ingin survive sebagai PNS karena sejatinya seluruh PNS akan dievaluasi keberadaannya dengan menggunakan parameter normatif yang kesemuanya dapat berakibat tereliminasinya PNS baik dalam kapasitasnya sebagai funsional umum (staf) maupun dalam kapasitasnya sebagai pejabat struktural”.


“Promosi menjadi ajang perebutan dihampir semua sektor pemerintahan, karena jabatan menjanjikan banyak hal, tidak saja posisi sosial dan ekonomis yang menjadikan seseorang “Diorangkan” namun sebenarnya juga adanya pengakuan dari pimpinan atas loyalitas yang telah dibuktikan melalui baktinya”, ucapnya.

Heindra menjelaskan secara detail kepada awak media bahwa, “Jabatan dalam konteks inilah yang kemudian menjadikan seorang PNS khilaf bahwa pada dasarnya banyak hal prinsip yang terlupakan”.

“Bahwa jabatan bukanlah hanya sekedar “Hadiah” atau “Pengakuan” yang berdampak pada lahirnya fasilitas, hak dan kewenangan namun yang lebih esensial adalah lahirnya “Kewajiban” dan “Tanggungjawab”. Inilah kemudian mengapa para bijak sepakat menyatakan bahwa jabatan pada dasarnya lebih bersifat sebagai amanah daripada suatu berkah”.


Heindra menambahkan, “Muatan filosofis dari konklusi jabatan inilah yang kemudian ditegaskan dalam UU ASN. UU ini tegas mengatur dalam Pasal 19 bahwa penempatan dalam jabatan harus dilakukan secara selektif dan transparan”.

“Upaya memusnahkan stigma negative dalam proses perekrutan CPNS yang diwaktu lampau diwarnai dengan praktek suap akan diterapkan juga dalam proses promosi jabatan”, ujarnya, Senin (09/12/2019).


“Melalui uji kompetensi, PNS akan dinilai tidak saja dari aspek psikologinya tetapi yang lebih penting adalah aspek kompetensi dan kapabilitasnya untuk memangku suatu jabatan. “Keseriusan terhadap upaya ini dibuktikan dengan hadirnya Komisi ASN yang akan mengawal proses promosi PNS dalam jabatan struktural bahkan untuk pengisian jabatan eselon II yang diistilahkan dengan Pejabat Tinggi Pratama akan menggunakan mekanisme uji kompetensi yang pelaksanaannya langsung diawasi oleh pemerintah pusat melalui Komisi ASN yang independen”.

“Dengan demikian jabatan yang telah diduduki tidak lagi memberikan jaminan keamanan. “Penurunan dalam jabatan tidak hanya menjadi indikator adanya penjatuhan hukuman disiplin tetapi akan juga menjadi indikator tidak adanya kapasitas yang memadai dari seorang pejabat berdasar tolok ukur kinerjanya”, jealsnya secara rinci.

“Hal inilah yang akan menjadi beban moral yang pantas diperhitungkan bagi seorang pejabat untuk siap kehilangan posisinya karena hasil uji kompetensi. Walau pelaksanaan mengenai uji kompetensi secara detail masih menunggu terbitnya peraturan pelaksanaannya namun apabila dicermati maka uji kompetensi yang akan diterapkan mungkin dapat menyurutkan asa sebagian besar PNS dalam memperebutkan jabatan”.

Heindra lanjutnya, “Tidak saja adanya muatan uji wawasan dan penguasaan tugas pokok fungsi namun dalam uji kompetensi juga disyaratkan adanya penguasaan IT, kepiawaian verbal dan penguasaan bahasa asing bagi calon pemangku jabatan”.

“Hal ini menjadi serius ketika diamati bahwa sebagian besar PNS sampai saat ini masih menerapkan cara bekerja konvensional yakni dengan meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulunya tanpa ada keinginan untuk melakukan halhal yang inovatif. Pola berpikir paternalistic dalam penempatan jabatan juga akan segera berakhir karena dalam uji kompetensi maka kapasitas PNS tidak didasarkan pada senioritasnya belaka”.

“Uji kompetensi ala UU ASN akan menjadi ancaman yang cukup serius pula bagi PNS mengingat bahwa pengisian jabatan khususnya eselon II nantinya tidak hanya terbatas diperebutkan oleh PNS setempat tetapi akan berlaku kompetisi secara nasional”.

“Mengapresiasi UU ASN merupakan bentuk sirnanya keputusasaan bagi PNS yang cakap: Tabir misteri penempatan PNS dalam jabatan yang selama ini seperti momok bagi mereka akan segera tercabik oleh hadirnya UU ASN. Oleh sebab itu sambutlah UU ASN dengan sikap bersahabat dan munculkan harap serta siapkan hasrat untuk berkompetisi”.

“Namun terlepas dari semua itu, bekerja serius adalah kewajiban tanpa reserve bagi seorang pengabdi; dan keseriusan ‘bak ibadah tentulah akan menjadi amalan yang pasti diperhitungkan oleh Dia yang konsisten memegang janji-Nya”, tutupnya (Dan/C13).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *