Heindra Baithard Rantung: Lulus Uji Kompetensi Bukan Jaminan Kualitas

MAKASSAR, BestNews19.com – Dalam  rangka mewujudkan upaya kesehatan yang berkualitas, maka diperlukan Sumber Daya Manusia Kesehatan yang kompeten dan profesional.

Dengan adanya tuntutan tersebut, maka pemerintah berupaya untuk memperoleh tenaga kesehatan yang sesuai dengan harapan, dalam arti bahwa pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan secara profesional dan berkualitas.

Hendra Baithard Rantung, Mahasiswa PPS Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Unhas saat ditemui awak media mengatakan, ” Tenaga fungsional kesehatan termasuk perawat PNS wajib mengikuti uji kompetensi sebagai persyaratan untuk mengurus kenaikan jenjang jabatan setingkat lebih tinggi, hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan”.

Lanjut Hendra mengatakan, “adapun tujuan uji kompetensi adalah untuk memberikan pengakuan terhadap kompetensi jabatan fungsional kesehatan dan menjadi bahan pertimbangan untuk kenaikan jenjang jabatan”.


“Uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan masih menjadi isu hangat di beberapa daerah yang baru memberlakukannya, termasuk Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah”.

“Karena bertambah berat lagi syarat kepegawaian yang harus dilalui dan dilengkapi oleh seorang fungsional kesehatan yang berstatus PNS. “Selain uji tulis dan lisan, uji portofolio merupakan satu metode wajib dalam pelaksanaan uji kompetensi. Penilaian portofolio jabatan fungsional kesehatan dapat dilihat dari beberapa komponen, dan komponen utamanya berupa bukti pelayanan/asuhan”, ujarnya, Senin (09/12/2019), siang.

Lanjutnya kepada awak media, ” setiap perawat ASN harus bisa menunjukkan bukti-bukti, dokumen dari pekerjaan yang ia kerjakan. Mulai kegiatan harian, mingguan, bulanan, semester, tahunan sampai rentang waktu kenaikan pangkat. Dan mirip-mirip akreditasi Puskesmas dan RS, setiap poin penilaian harus ada bukti telusurnya”.


“Dan kenyataannya, walaupun setiap peserta sudah diwajibkan menandatangani surat pernyataan bermaterai soal validitas data serta keaslian dokumen, tetap saja rekayasa dokumen portofolio yang dipersyaratkan tersebut tidak bisa terhindarkan”. “Karena untuk mendapatkan sertifikat kelulusan, tidak sedikit dokumen yang harus dipersiapkan dan ditunjukkan kepada tim penguji”, ucapnya.

Hendra menambahkan, “ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab dan memicu tindakan rekayasa, misalnya perawat yang terpaksa ditempatkan di bagian pelayanan lain seperti bagian administrasi yang tidak memungkinkan baginya untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan sebagai perawat”.

“Apalagi bagi para perawat PNS yang sudah nyaman dengan kegiatan pelayanan keperawatan tanpa mengupdate ilmu terbaru tentang perkembangan ilmu keperawatan. Jadi dapat saya simpulkan bahwa seorang perawat ASN yang lulus uji kompetensi dan mendapat sertifikat tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur dan jaminan kualitas serta profesionalisme”.

“Karena itu hendaknya pelaksanaan uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini perlu ditinjau ulang atau dievaluasi kembali sistem penilaian dan teknis pelaksanaannya”, tutup Hendra (Dan/C13).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *