SIDRAP, BESTNEWS — Pagi di BTN Pucue, Kelurahan Lawawoi, Kecamatan Watang Pulu, biasanya berjalan tenang. Sabtu (1/11/2025) itu pun tak berbeda — udara masih lembap oleh sisa embun, dan beberapa warga terlihat berolahraga di sekitar lapangan. Namun, di balik ketenangan itu, sebuah tangisan kecil mengubah suasana menjadi haru.
Sekitar pukul 06.30 WITA, Labuare (68), purnawirawan TNI, dan Usman (71), pensiunan pegawai, tengah jogging berdua seperti rutinitas mereka setiap pagi. Di sela langkahnya, terdengar suara tangisan bayi lirih dari arah Posyandu Asoka 4. Awalnya mereka mengira hanya ilusi telinga — tapi suara itu berulang, semakin jelas, dan memanggil naluri kemanusiaan mereka.
Mereka pun mencari sumber suara. Di teras posyandu, di antara tumpukan barang bekas, tampak sebuah kardus bertuliskan “Teh Pucuk”.
Ketika dibuka, betapa terkejutnya keduanya: di dalam kardus kecil berukuran sekitar 20 x 40 cm itu, terbaring seorang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki. Bayi itu dibungkus dengan jilbab hitam, beralaskan sarung coklat, dan di atasnya tergeletak lembaran seng bekas sebagai penutup.
“Masih ada ari-arinya, Kak. Kami langsung gemetar waktu lihat,” tutur Labuare dengan suara bergetar, mengenang detik-detik yang tak akan pernah ia lupakan.
Tanpa pikir panjang, keduanya segera menghubungi Polsek Watang Pulu. Tak lama kemudian, petugas piket bersama Bidan Kelurahan Lawawoi, Fitriani, datang mengevakuasi sang bayi ke Puskesmas Lawawoi.
Di sana, dua bidan jaga, Salasiah dan Ida Damayanti, langsung memberi pertolongan pertama.
Bayi itu ternyata lahir dengan kondisi sehat. Berat badannya 3,3 kilogram, panjangnya 49 sentimeter, dengan lingkar kepala 35 sentimeter. “Dia menangis kencang, kuat sekali. Tanda-tanda bayi sehat,” tutur salah satu bidan sambil tersenyum.
Kini, si bayi tengah mendapatkan perawatan di ruang bersalin Puskesmas Lawawoi. Nantinya, ia akan diserahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Sidrap untuk perlindungan dan pengasuhan lebih lanjut.
Sementara itu, Tim Inavis Polres Sidrap telah melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengamankan barang-barang yang ditemukan di sekitar bayi. Penyelidikan masih berlangsung untuk mengetahui siapa orang tua yang tega meninggalkan darah dagingnya sendiri.
Di BTN Pucue, cerita tentang bayi itu terus menjadi buah bibir. Warga menyebutnya “bayi dari kardus teh”— simbol kecil dari kehidupan baru yang datang di tengah subuh Sidrap yang sunyi.
Bagi sebagian warga, tangisan bayi itu bukan sekadar tanda lahirnya seorang manusia baru, tetapi juga pengingat akan kasih sayang dan tanggung jawab yang seharusnya tak pernah ditinggalkan (707).






